Minggu, 23 Januari 2011

Menikah itu bukan Lomba lari

 Okay, aku sejak lama pengen nulis tentang ini. Hehehe, cuma masih bisa ditahan ya cuma disimpan didalam hati. Kenapa sekarang pengen nulis? Ya karena ada yang menyinggung dan perlu juga sesekali mengungkapkan perasaan. Jadi begini ceritanya, ada seseorang yang bertanya melalui chat singkat disuatu situs jejaring sosial. Pertama sih biasa, nanya basa basi pkbr? sibuk apa? dll. Jawabanku pun singkat-singkat saja. Karena males meladeni lebih jauh. Hingga tiba pertanyaan, km kpn nikah? Keburu tua lho?! Hehehehe.. *iya, bnran smbil ketawa, sadis nggak tuh?* Belum, bukannya nggak..Doain aja, ini juga masih nabung, jawabku dengan sopan. Eh, dianya malah ngomong lagi. Kali ini dengan membandingkan dengan dirinya, Masak kalah sama Aku?! *pengen mbacok ga sih?*  Hehehe, Menikah bukan lomba lari, yang menang yang lebih dulu. Menikah lebih dulu juga belum tentu lebih baik, lebih bahagia, jawabku tetep dengan sopan.*kena deh* Dia? Diem trs baru jawab, alhamdulillah aku bahagia. Hahaha, bahagia itu relatif non, aku begini juga bahagia. So? Jalani saja kehidupanmu tanpa harus sok peduli dengan kehidupan orang lain yang bukan urusanmu. 
Sepenggal chat itu membuat aku berfikir dalam. Bahwa apa yang menjadi pilihan hidup seseorang bukanlah urusan orang lain. Aku punya pandangan lain tentang pernikahan itu sendiri. Bahwa seseorang menikah itu bukanlah sebuah arti orang itu sudah lulus dengan nilai memuaskan. Bukan. Tapi itu justru awal babak yang baru, dimana orang itu mau berkompromi dan menekan ego demi menyatukan kedua kepala dalam menjalani hidup. Aku pernah melihat dan tahu seseorang yang menikah bukan karena mereka ingin menikah, tetapi harus menikah(Married By accident). Tanpa perayaan hanya menikah dirumah dan hanya dihadiri keluarga inti  tanpa ada mahar dan seserahan lainnya.  Bagaimana pernikahannya kini? Tetep solid menginjak tahun keempat, dengan anak yang memasuki play group. Apakah itu bisa dibilang lebih baik? Apakah itu yang menjadikan mereka layak menjadi contoh?  Atau seorang teman yang menikah karena memang ingin dan siap menikah dengan pesta dan perayaan meriah, tapi kandas di tahun pertama pernikahannya. Membuat temanku itu menjadi Ibu sekaligus single fighter dihari kelahiran anaknya. Apakah itu membuat dia menjadi Ibu yang buruk? Hanya karena Ia gagal mempertahankan rumah tangganya.
Kesimpulanku, bahwa menikah dengan atau tanpa rencana, semua membutuhkan kesiapan mental. Kenapa? Karena akan banyak penilaian mengenai ini itu yang selalu saja datang tanpa kita duga.Seperti pertanyaan pertanyaan usil yang bikin panas telinga. Lempeng aja wes, kalo nyolot ya baru dikerasin. Hehehe...
Aku bukannya nggak memikirkan tentang menikah, tapi sedang berusaha kearah sana. Ini hanya masalah waktu. 

Good night everyone.. Have a nice dream... ^_^

PS: aku nggak segalak itu kok... hehehe... *ini gara-gara status di ym yg senggol bacok, semua jd ngira aku galak* hehehe... peace..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar